Page

Rabu, 30 Januari 2013

"Mesias sejati"

Sarapan Jiwaku Matius 12:15-21 Usai perdebatan dengan orang Farisi, Yesus pergi menyingkir (15a). Yesus menghindari konfrontasi yang lebih terbuka dengan orang Farisi guna melanjutkan pelayanan-Nya kepada orang banyak yang mengikuti Dia. Namun, Ia melarang mereka untuk bercerita tentang diri-Nya, karena mereka salah mengerti tentang misi-Nya yang bukan hanya melakukan mukjizat. Matius mengutip Yesaya 42:1-4 untuk menjelaskan misi Yesus. Nubuat Mesianis tentang sosok Hamba Tuhan digenapi dengan sempurna dalam diri Yesus. Pertama, Ia adalah Hamba yang terpilih dengan urapan Roh Kudus, tepat seperti penyataan Bapa dalam peristiwa pembaptisan-Nya (18; lih. Mat. 3:16-17). Kedua, Yesus bekerja bukan untuk popularitas (19). Ketiga, di dalam pribadi-Nya, orang-orang yang lemah akan menemukan kekuatan, sebab Ia tidak akan membiarkan "buluh yang patah terkulai" atau "sumbu yang pudar nyalanya menjadi padam" (20). Keempat, Ia akan menjadi poros pengharapan bagi semua bangsa (21). Gambaran Mesias ini berbeda jauh dengan yang diharapkan orang Israel pada saat itu. Sebab itu Yesus menyingkir guna menghindari harapan yang berlebihan terhadap diri-Nya. Di sinilah kesejatian sebuah pelayanan tergambar jelas; tidak ada upaya menonjolkan diri. Pengutusan datang dari Bapa, maka kehendak Bapalah yang terutama. Sekalipun memiliki kuasa yang mampu melakukan berbagai hal, Yesus memilih taat pada misi kemesiasan-Nya. Kekuasaan cenderung korup adalah pemeo yang terbukti benar di dunia ini. Bukan hanya berlaku untuk pemimpin politik, tetapi juga pemimpin masyarakat bahkan pemimpin agama. Banyak fakta yang menunjukkan penyelewengan dari misi mula-mula sebuah kepemimpinan. Kita bersyukur memiliki Yesus yang setia pada misi-Nya. Bagaimana dengan kesetiaan kita mengikut dan melayani Dia? Apakah kita akan seperti orang banyak dalam cerita ini yang hanya menjadikan Dia sebagai pembuat mukjizat? Atau kita menyalahgunakan kepercayaan Yesus kepada kita untuk melayani-Nya dengan mengkorupsi kemuliaan dan berkat Tuhan?

SABDA.org 
webmaster@sabda.org

Minggu, 27 Januari 2013

"Rajakan Allah!"

Sarapan Jiwaku Mazmur 93-99 kecuali 94 merupakan proklamasi bahwa Allah adalah Raja. Karena Allah adalah Raja maka respons umat seharusnya tunduk menyembah serta taat pada kehendak-Nya. Karena Dia Raja maka seharusnya "tidak ada allah lain" yang boleh bertakhta di hati dan kehidupan umat Allah. Sebagai Raja, kemuliaan-Nya digambarkan dengan pakaian-Nya (1). Pemerintahan-Nya kekal dan berkuasa sehingga semua menjadi stabil, tidak bergoyang (2). Hal ini jelas kontras dengan pemerintahan di dunia ini, yang sehebat apa pun, termasuk adi kuasa, tetap mudah goyah bahkan hancur. Karena keperkasaan Allah sebagai Raja, segala kuasa tidak dapat bertahan menghadapi-Nya (3-4). Sungai dan laut yang merupakan gambaran kuasa jahat yang mengacau dunia ini yang menggentarkan manusia, bahkan umat Tuhan tidak berdaya di hadapan Allah, Sang Raja. Kuasa jahat yang mengklaim penguasa dunia yang memperdayai manusia tidak memiliki kedaulatan apa pun atas dunia milik Allah. Bukan hanya keperkasaan, tetapi yang membuat Allah Sang Raja layak disembah adalah karakter-Nya yang mulia. Karakter itu tertuang di dalam firman-Nya dan tercermin dari bait-Nya yang kudus sehingga umat tidak dapat sembarangan menghampiri Dia. Harus ada hati yang taat penuh dan tunduk sujud menyembah-Nya baru umat dapat mendekat kepada takhta Allah dan menikmati hadirat-Nya. Gambaran PL akan kekudusan mengerikan karena bagaikan api yang menghanguskan. Di PB melalui Kristus, kita beroleh jalan masuk ke takhta-Nya tanpa khawatir hangus oleh kesucian-Nya. Bukan berarti kita bisa menghampiri Allah sembarangan. Kristus sudah mati untuk menguduskan kita, maka kita menghampiri Allah dengan menjaga kekudusan kita dan untuk mempersembahkan buah pelayanan yang menyenangkan-Nya
SABDA.org
webmaster@sabda.org

Jumat, 25 Januari 2013

"Paradoks mengikut Yesus"

Sarapan Jiwaku Matius 10:34-11:1 Injil adalah pedang yang bemata dua. Di satu sisi, pemberitaannya memberi dampak pertobatan dan hidup baru bagi yang merespons dengan positif. Di sisi lain penolakan terhadap Injil menghasilkan permusuhan dan kebinasaan. Perikop hari ini menyambung perikop sebelumnya tentang peringatan Yesus mengenai tantangan yang dihadapi dalam menunaikan tugas pemberitaan Injil. Ketajaman berita Injil bagaikan pedang, mengoyak-ngoyak keluarga oleh karena tuntutannya. Tuntutan Injil adalah percaya Yesus dan menjadikan-Nya utama. Berarti ikatan keluarga, suami-istri, orangtua-anak, kakak-adik, dst. tidak boleh menghalangi ikatan keluarga kerajaan surga. Pemisahan, perpecahan dan permusuhan akan terjadi di tengah keluarga karena iman kepada Tuhan Yesus (34-36). Yesus dan bukan keluarga harus menjadi yang utama bagi para pengikut-Nya (37). Perikop ini juga berbicara mengenai kesungguhan seseorang mengikut Yesus. Seorang pengikut Yesus juga harus siap memikul salib (38). Memikul salib artinya siap menyerahkan nyawa agar berita Injil digemakan di seluruh dunia. Kesiapan menyerahkan nyawa merupakan bukti bahwa nyawanya sudah menjadi milik Tuhan, bukan milik sendiri (39). Pedang Injil tidak selalu mengoyak dan memisahkan keluarga. Banyak orang bahkan keluarga yang merespons Injil dengan keterbukaan (bnd. Kis. 16:31-33). Duta Injil adalah utusan Yesus. Menerimanya sama dengan menerima Yesus. Memberikan dukungan sekecil apa pun (42) sama dengan mempersembahkannya kepada Yesus. Seorang duta Injil adalah orang kepercayaan Tuhan. Hidupnya milik Yesus. Maka tuntutan Tuhan agar duta Injil memikul salib tidak berlebihan. Memprioritaskan Yesus dari semua ikatan lain di dunia ini memang tidak mudah. Namun, ingatlah bahwa kasih Kristus melampaui kekerasan kepala dan hati orang berdosa. Kalau Anda sedang bergumul dengan anggota keluarga yang belum mau percaya, berdoalah kepada Tuhan Yesus. Minta belas kasih-Nya agar seisi keluarga Anda diselamatkan.

SABDA.org
webmaster@sabda.org

Rabu, 23 Januari 2013

"Duta Yesus"

Sarapan Jiwaku Matius 10:1-15 Yesus memanggil para murid-Nya bukan berdasarkan standar umum seperti memiliki gelar, prestise, jabatan, atau profesi tertentu. Ia memilih berdasarkan kehendak-Nya semata. Sebagian besar murid sebelum dipanggil sudah memiliki kehidupan yang mapan. Ada juragan ikan, bendahara, pekerja bea cukai dll. Namun ketika Yesus memanggil mereka "Ikutlah Aku", segera mereka meninggalkan pekerjaan dan keluarga dan menyertai pelayanan Yesus. Mereka ditetapkan menjadi duta Injil, untuk menyampaikan keselamatan kepada dunia (5). Yesus membekali mereka dengan otoritas (1) untuk mengusir setan dan melenyapkan segala penyakit. Ia menentukan cara pelayanan mereka, yaitu pelayanan bersama dengan orang lain, bekerja bersama-sama, dan bersama-sama bekerja. Duta tidak sembarang pergi ke mana ia mau. Sasaran yang dituju sudah ditentukan oleh Sang Pengutus (6). Perintah kerja juga dirincikan detail yaitu menyatakan kuasa kerajaan surga secara nyata (7-8). Duta melakukan pekerjaan ke segala tempat bukan dalam rangka wisata, tetapi menggenapi tuntutan tugas mulia dari Yesus yaitu menyampaikan Injil Kerajaan Sorga (7). Model pelayanan mereka persis seperti model kerja Yesus. Selain perintah, Yesus juga memberi larangan, yaitu agar tidak merepotkan diri dengan perbekalan (9-10). Yesus, Sang Pengutuslah yang memelihara hidup mereka (10b). Yesus bisa memakai si penerima Injil untuk memelihara hidup si duta Injil (11-13). Pemberitaan Injil tidak boleh terbengkalai karena kebutuhan ekonomi. Alangkah indahnya bila setiap berita Injil yang disampaikan duta diterima oleh semua orang. Namun Yesus sudah mengingatkan bahwa akan ada yang menolak Injil (13, 14, menolak salam). Yang menolak akan menerima penghakiman yang lebih berat daripada penghukuman Sodom dan Gomora (Kej. 19). Menjadi duta Injil bukan pilihan juga bukan berdasarkan kerelaan sebagai relawan. Menjadi duta Injil adalah panggilan mulia, tugas setiap orang yang sudah mengalami kuasa dari Raja kerajaan surga.

SABDA.org
webmaster@sabda.org

Selasa, 22 Januari 2013

"Mengalami karya Yesus"

Sarapan Jiwaku Matius 9:18-38
Banyak orang Kristen memahami keselamatan terbatas hanya pada ‘kalau mati masuk surga’. Padahal, karya keselamatan Kristus bukan hanya untuk keselamatan pada kehidupan yang akan datang, tetapi juga untuk kehidupan masa kini. Keselamatan sudah dapat dinikmati pada masa sekarang. Kuasa kerajaan surga itulah yang sedang dialami oleh mereka yang berjumpa dengan Yesus dalam perikop kali ini. Dalam perikop ini dipaparkan tentang penyakit yang tak bisa lagi ditangani oleh dokter bahkan yang berujung pada kematian.
Namun, belas kasih Yesus (36) dan kuasa-Nya (35) dicurahkan untuk membangkitkan seorang anak yang sudah mati (25), membebaskan seorang wanita dari pendarahan dua belas tahun (22), mencelikkan mata dua orang buta (30), serta melepaskan seorang bisu dari kerasukan setan (32). Dari karya penyelamatan yang dilakukan Yesus, kita menemukan respons-respons berbeda. Kepala rumah ibadat itu percaya bahwa tangan Yesus berkuasa menghidupkan anak perempuannya yang baru meninggal (18). Wanita yang pendarahan itu percaya bahwa cukup menjamah jubah-Nya ia akan sembuh (21). Dua orang buta itu, sekalipun tidak melihat, tetapi imannya dapat menembus keterbatasannya mengakui bahwa Yesus adalah Mesias (Anak Daud) yang dijanjikan para nabi (28). Sahabat atau keluarga orang yang bisu itu percaya bahwa Yesus sanggup menyembuhkannya (32).
Orang banyak yang menyaksikan kuasa Yesus, memahsyurkan nama-Nya ke seluruh wilayah (26, 31, 33). Justru, orang Farisi yang adalah pemuka agama merespons negatif dengan tuduhan Yesus memakai kuasa Iblis untuk mengusir roh jahat (34).
Bagaimana respons kita?
Landasan karya Yesus, sang Raja kerajaan surga adalah belas kasih terhadap mereka yang "lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala" (36). Maka, Ia mengundang kita semua yang sudah mengalami belas kasih dan kuasa-Nya untuk berbagian dalam memberitakan karya-Nya dan menjadi saluran berkat kuasa-Nya kepada sesama kita. Maukah kita menjadi pekerja-pekerja untuk tuaian milik Allah?

SABDA.org
webmaster@sabda.org

Rabu, 09 Januari 2013

"Kebahagiaan Sejati"

Sarapan Jiwaku
Matius 5:1-10
Matius 5-7 yang dikenal sebagai khotbah di bukit merupakan bagian pertama dari blok pengajaran Yesus. Delapan uicapan bahagia ini (3-10) diawali dan diakhiri dengan frasa "Kerajaan Sorga" (3, 10), yang berarti bahwa kebahagiaan adalah akibat dari kehidupan yang memenuhi karakteristik surgawi. Yesus sedang mengajarkan para murid untuk menentukan kebahagiaan tidak menurut karakteristik dunia. Dunia mengenal kemiskinan jasmani, tetapi tidak mengenal kemiskinan rohani (3), yaitu kesadaran bahwa kita sungguh-sungguh membutuhkan Tuhan. Dunia mengenal dukacita karena peristiwa yang menyedihkan, tetapi tidak tahu kedukaan yang merupakan sikap yang diperlukan untuk berbalik dari dosa dan bergantung pada-Nya (4). Keduanyalah respons yang tepat terhadap Allah dan rencana-Nya memberikan penghiburan bagi mereka yang sungguh membutuhkan Dia.
Karakteristik dunia penuh amarah disertai sikap kasar dan orang yang suka bermain kuasa. Sebaliknya, orang yang lemah lembut berbahagia karena ia memberi diri dikuasai Tuhan (5). Ia dapat menunjukkan kendalinya atas kemarahan pada waktunya karena kerendahhatian dan ketundukannya di hadapan Tuhan. Dunia tidak dapat mengerti kepuasan sejati yang didapat dari menerima kebenaran Tuhan dan membagikannya kepada sesama (6).
Kebahagiaan surgawi memiliki karakteristik memberi perhatian terhadap mereka yang sengsara (7). Orang dunia merasa berbahagia jika kepentingannya terlayani, meski untuk itu orang lain teraniaya. Sebaliknya kebahagiaan surgawi meliputi orang yang terus menerus disucikan sebab kondisi-kondisi bahagia yang diwujudkan dalam kehidupannya sehingga ia dapat melihat Allah di tengah dunia (8). Ia membawa damai kepada sesama manusia karena damai Allah ada di dalamnya (9). Juga saat ia harus menerima aniaya oleh karena imannya (10). Kebahagiaan sejati adalah anugerah, juga karakter surgawi. Saat kita memberi diri dibentuk oleh Kristus sehingga karakter-Nya mewujud dalam kehidupan kita, saat itu pula kita mengalami kebahagiaan sejati.

sumber: SABDA.org 
webmaster@sabda.org

Selasa, 08 Januari 2013

"Saya mau ikut Yesus"

Santapan Harian Selasa
Matius 4:18-25
Yesus Ada dua kelompok orang yang mengikut Tuhan Yesus. Kelompok pertama adalah orang yang dipanggil Yesus secara pribadi (19-22). Tampaknya mereka melihat otoritas Yesus sehingga segera memberikan respons positif, respons yang penuh totalitas. Simon dan Andreas segera meninggalkan jala dan mengikuti Dia (20), Yakobus dan Yohanes segera meninggalkan perahu serta ayahnya lalu mengikuti Dia (22). Secara simbolis, "Meninggalkan jala" berarti meninggalkan pekerjaan lama agar bisa melayani Tuhan sepenuh waktu; dan "Meninggalkan ayah" berarti memprioritaskan Tuhan lebih daripada keluarga. Yang menarik, ada kata "segera" yang melengkapi kedua tindakan tersebut. Berarti tanpa penundaan dan panggilan Yesus bagai sebuah hadiah berharga yang harus segera direbut. Saat itu mereka berada di titik balik dalam kehidupan mereka.
Kelompok kedua adalah orang banyak yang berbondong-bondong mengikut Yesus untuk mendengarkan pengajaran-Nya. Mereka berasal dari berbagai tempat. Mereka mengikut Yesus mungkin juga karena melihat mukjizat dan mengalami kuasa-Nya (23-25). Kita lihat bahwa orang yang mengikut Yesus ada yang karena dipanggil secara khusus, ada juga yang disebabkan oleh alasan atau kebutuhan tertentu di dalam hidupnya, yang harus dipenuhi. Ini tidak bisa disalahkan, sepanjang orang tidak menjadikan hal itu sebagai tujuan dalam mengikut Yesus sehingga ketika kebutuhannya terpenuhi, Yesus pun dilepaskan.
Kalau begitu, bagaimana mengikut Yesus secara total? Meninggalkan segala sesuatu yang menghalangi kita untuk mengikut Yesus secara total. Kalau kita memang dipanggil secara khusus dan untuk itu kita harus meninggalkan pekerjaan, gumulkan secara serius terlebih dahulu. Namun kadang-kadang sesuatu di dalam diri kita sendiri bisa menghalangi kita: karakter khusus yang harus kita tinggalkan, ego yang menghalangi Kristus menempati posisi utama dalam hidup kita, atau kesenangan-kesenangan tertentu yang membuat Kristus tidak menjadi yang terutama dalam hati. Mintalah Roh Kudus memeriksa hati Anda.
Diskusi renungan ini di Facebook: http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2013/01/08/
Santapan Harian. diambil dari sabda.org

Minggu, 06 Januari 2013

"Menang dari pencobaan"

Sarapan Jiwaku Minggu, Matius 4:1-11
Frasa "Tuhan Yesus dicobai" dapat membuat kesalahpahaman bahwa Yesus pun merasakan dicobai, yaitu munculnya hasrat untuk melakukan dosa. Padahal Yesus tidak memiliki natur dosa. Yakobus 1:13 menuliskan, "... Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun." Namun ada yang dapat kita pelajari dari cara Yesus menghadapi Iblis. Iblis pandai mengambil kesempatan. Ia mencobai saat orang lapar, marah, lelah, atau kesepian. Atau bisa juga saat orang merasa bangga atau bahagia. Pada kisah ini, Iblis mencobai Yesus seusai Ia dibaptis dan berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam (2). Tentu Ia sangat lapar dan secara fisik menjadi rentan. Pada saat itu Iblis berkata, "Jika Engkau Anak Allah ...", padahal sudah ada konfirmasi dari Bapa mengenai ke-Allah-an Yesus. Lalu bagaimana Yesus menghadapinya? Dengan firman yang dikutip dari Ulangan 8:3, Yesus menjelaskan bahwa firman Allah lebih penting daripada kebutuhan fisik. Iblis juga mencobai Yesus untuk melakukan sesuatu yang memaksa Bapa untuk menolong Dia. Sesudah itu, Iblis juga menawarkan kuasa untuk menguasai bumi asal Yesus mau menyembah dia. Kedua tipu muslihat Iblis kembali dipatahkan Yesus dengan firman Allah. Iblis juga selalu mencobai pengikut Kristus (1Ptr. 5:8). Ia tahu kelemahan tiap orang dan selalu mengintai. Tidak seperti Yesus, manusia lahir dalam natur dosa (Rm. 5:12). Banyak kelemahan yang mungkin menjatuhkan manusia ke dalam pencobaan. Maka kita harus bergantung total pada kuasa Allah untuk melawan Iblis. Gunakanlah pedang Roh, yaitu firman Allah. Karena itu, janganlah sekadar membaca Alkitab, tetapi pahamilah sungguh-sungguh agar ketika si Iblis datang menyerang, kita tahu bagaimana menggunakan firman sebagai senjata untuk mematahkan muslihat Iblis.
Diskusi renungan ini di Facebook: http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2013/01/06/
Santapan Harian.
diambil dari sabda.org

Sabtu, 05 Januari 2013

"Inilah Anak yang Kukasihi"

Sarapan Harian
Matius 3:13-17
Baptisan Yohanes merupakan tanda pertobatan (Yoh. 3:11). Namun Yesus datang menemui Yohanes untuk dibaptis (13). Ini menimbulkan pertanyaan, "Apakah Yesus berdosa sehingga Dia minta dibaptis? Atau jika Yesus tidak berdosa, mengapa Dia memberi diri dibaptis oleh Yohanes?" Yesus memberi diri dibaptis sebagai tanda bahwa Dia tunduk pada kehendak Allah. Jadi kedatangan Yesus kepada Yohanes bukan sebagai orang berdosa yang perlu bertobat. Yesus tidak berdosa sehingga tidak ada satu dosa pun yang darinya Yesus harus bertobat. Mulanya, Yohanes juga merasa tidak layak untuk membaptis Yesus, karena seharusnya Yesuslah yang membaptis dirinya. Namun bagi Yesus, baik diri-Nya maupun Yohanes harus melakukan apa yang menjadi kehendak Allah (14-15). Apa kehendak Allah bagi Yesus di dunia ini? Untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang (Mat. 18:11; Luk. 19:10). Dengan memberi diri dibaptis, Yesus menempatkan diri-Nya dalam posisi orang berdosa. Di sisi lain, tampilnya Yesus pertama kali di depan publik pada saat itu menandai awal dari masa pelayanan-Nya. Pembaptisan Yesus oleh Yohanes kemudian mengundang penyataan Allah Bapa dari langit yang terbuka. Terlihat bahwa Allah Bapa ingin menyatakan secara terbuka kepada semua orang bahwa pembaptisan Yesus tidaklah sama dengan pembaptisan manusia lain. Pembaptisan Yesus bukan merupakan sebuah tanda pertobatan, melainkan sebuah tindakan identifikasi diri dengan para pendosa, yang didorong oleh kasih dan keinginan untuk menyenangkan hati Bapa. Maka ketika Allah Bapa berbicara dari surga, setiap orang akan tahu bahwa Yesus berbeda dengan manusia lain, karena Dia adalah Anak yang diperkenan Bapa! Pemahaman itu kita miliki juga oleh karena kasih karunia Allah pada kita. Namun apakah pemahaman itu mendorong kita untuk bersikap seperti sikap Yohanes terhadap Kristus? Sudahkah kita menyadari benar ke-Allah-an Kristus sehingga membiarkan Dia menguasai hidup kita sepenuhnya? Periksalah sisi hidup yang masih belum Dia kuasai. Diskusi renungan ini di Facebook: http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2013/01/05/ Santapan Harian. diambil dari sabda.org

Jumat, 04 Januari 2013

"Bijak Memberitakan"

Sarapan Harian Jumat, 01/04/2013 Matius 3:1-12  Pelayanan Yesus didahului oleh Yohanes Pembaptis, yang bertugas merintis jalan bagi Yesus. Tugas ini mulia karena ia mempersiapkan manusia bagi kedatangan Sang Juruselamat. Apa yang Yohanes lakukan? Ia menyerukan pertobatan (1-2). Bertobat berarti berbalik, yaitu berbalik dari kehidupan yang tidak sesuai firman Allah ke arah hidup yang diselaraskan dengan firman itu. Bertobat berarti membiarkan Sang Juruselamat berkarya di dalam kehidupan. Seruan Yohanes ternyata berdampak luar biasa. Penduduk dari Yerusalem, dari seluruh Yudea, dan dari seluruh daerah sekitar Yordan memberi respons dengan mengakui dosa dan memberi diri dibaptis (5-6). Walau demikian, ada juga orang-orang yang mengeraskan hatinya terhadap seruan Yohanes. Mereka adalah orang Farisi dan orang Saduki. Yohanes menyebut mereka "ular beludak", berbisa dan jahat. Orang Saduki mengebiri firman Tuhan, sementara orang Farisi menambahkan berbagai aturan pada Taurat. Mereka terjebak pada legalisme dan agama pahala sehingga berpendapat bahwa keselamatan dapat diperoleh dengan melakukan Taurat. Karena itu, meski mereka datang untuk dibaptis, Yohanes menengarai bahwa sesungguhnya hati mereka tidak sungguh-sungguh bertobat. Maka Yohanes pun memperingatkan mereka tentang api penghakiman yang mereka akan hadapi jika mereka tidak bertobat. Memang tidak semua orang merespons Injil secara positif. Kita tentu senang jika orang menyambut Injil dan mengalami perubahan hidup. Namun bagaimana jika tidak demikian? Tentu saja kita tidak boleh membenci orang yang demikian. Kita tetap harus menyatakan kebenaran Injil kepada setiap orang, bagaimana pun orang itu menanggapinya. Namun tidak kepada setiap orang kita dapat bersikap seperti sikap Yohanes terhadap orang Farisi dan orang Saduki. Kita perlu melihat bahwa Yohanes pun bijak dalam bersikap, dia tahu terhadap siapa dia harus bersikap tegas. Kita pun harus demikian. Maka kita perlu memohon pertolongan Tuhan agar kita dimampukan untuk berbagi Injil dengan bijak sehingga orang tidak menolak Dia karena sikap kita. Diskusi renungan ini di Facebook: http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2013/01/04/ Santapan Harian. diambil dari sabda.org